Perbedaan
antara Jin, Setan dan Iblis
Tema Jin, Setan, dan Iblis masih menyisakan
kontroversi hingga kini. Namun yang jelas, eksistensi mereka diakui dalam
syariat. Sehingga, jika masih ada dari kalangan muslim yang meragukan
keberadaan mereka, teramat pantas jika diragukan keimanannya.
Sesungguhnya Allah I telah mengutus nabi kita
Muhammad n dengan risalah yang umum dan menyeluruh. Tidak hanya untuk kalangan
Arab saja namun juga untuk selain Arab. Tidak khusus bagi kaumnya saja, namun
bagi umat seluruhnya. Bahkan Allah I mengutusnya kepada segenap Ats-Tsaqalain:
jin dan manusia.
Allah I berfirman:
“Katakanlah: `Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A’raf: 158)
Rasulullah n bersabda:
“Adalah para nabi itu diutus kepada kaumnya sedang
aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin
Abdillah z)
Allah I juga berfirman:
“Dan ingatlah ketika Kami hadapkan sekumpulan jin
kepadamu yang mendengar-kan Al-Qur`an. Maka ketika mereka menghadiri
pembacaannya lalu mereka berkata: ` Diamlah kamu (untuk mendengar-kannya)’.
Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi
peringatan. Mereka berkata: `Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah
mendengarkan kitab (Al-Qur`an) yang telah diturunkan setelah Musa, yang
membenar-kan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan
jalan yang lurus. Wahai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada
Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan
melepas-kan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan)
orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan lepas dari azab Allah di
muka bumi dan tidak ada bagi-nya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam
kesesatan yang nyata’.” (Al-Ahqaf: 29-32)
Jin
Diciptakan Sebelum Manusia
Tak ada satupun dari golongan kaum muslimin yang
mengingkari keberadaan jin. Demikian pula mayoritas kaum kuffar meyakini
keberadaannya. Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani pun mengakui eksistensinya
sebagaimana pengakuan kaum muslimin, meski ada sebagian kecil dari mereka yang
mengingkari-nya. Sebagaimana ada pula di antara kaum muslimin yang
menging-karinya yakni dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah.
Jelasnya, keberadaan jin merupakan hal yang tak
dapat disangkal lagi mengingat pemberitaan dari para nabi sudah sangat
mutawatir dan diketahui orang banyak. Secara pasti, kaum jin adalah makhluk
hidup, berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan
mereka dibebani perintah dan larangan, hanya saja mereka tidak memiliki sifat
dan tabiat seperti yang ada pada manusia atau selainnya. (Idhahu Ad-Dilalah fi
’Umumi Ar-Risalah hal. 1, lihat Majmu’ul Fatawa, 19/9)
Anehnya orang-orang filsafat masih mengingkari
keberadaan jin. Dan dalam hal inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia
mengatakan: “Sesungguhnya jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang
bakteri-bakteri. Karena ia tidak dapat dilihat kecuali dengan perantara
mikroskop.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah minal Jin oleh Asy-Syaikh Muqbil bin
Hadi t)
Jin lebih dahulu diciptakan daripada manusia
sebagaimana dikabarkan Allah I dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
(Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat
panas.” (Al-Hijr: 26-27)
Karena jin lebih dulu ada, maka Allah I mendahulukan
penyebutannya daripada manusia ketika menjelaskan bahwa mereka diperintah untuk
beribadah seperti halnya manusia. Allah I berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyem-bah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Jin,
Setan, dan Iblis
Kalimat jin, setan, ataupun juga Iblis seringkali
disebutkan dalam Al-Qur`an, bahkan mayoritas kita pun sudah tidak asing lagi
mendengarnya. Sehingga eksistensinya sebagai makhluk Allah I tidak lagi
diragukan, berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah serta ijma’ ulama Ahlus Sunnah
wal Jamaah. Tinggal persoalannya, apakah jin, setan, dan Iblis itu tiga makhluk
yang berbeda dengan penciptaan yang berbeda, ataukah mereka itu bermula dari
satu asal atau termasuk golongan para malaikat?
Yang pasti, Allah I telah menerangkan asal-muasal
penciptaan jin dengan firman-Nya:
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari
api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 27)
Juga firman-Nya:
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”
(Ar-Rahman: 15)
Rasulullah n bersabda:
“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan
dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.”
(HR. Muslim no. 2996 dari ’Aisyah x)
Adapun Iblis, maka Allah I berfirman tentangnya:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia
adalah dari golongan jin…” (Al-Kahfi: 50)
Ibnu Katsir t berkata: “Iblis mengkhianati asal
penciptaannya, karena dia sesungguhnya diciptakan dari nyala api, sedangkan
asal penciptaan malaikat adalah dari cahaya. Maka Allah I mengingatkan di sini
bahwa Iblis berasal dari kalangan jin, dalam arti dia diciptakan dari api.
Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Iblis tidak termasuk malaikat sedikitpun. Iblismerupakan asal mula jin, sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.” (Tafsir
Al-Qur`anul ’Azhim, 3/94)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t
mengatakan: “Iblis adalah abul jin (bapak para jin).” (Taisir Al-Karim
Ar-Rahman, hal. 406 dan 793)
Sedangkan setan, mereka adalah kalangan jin yang
durhaka. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi t pernah ditanya tentang perbedaan jin dan
setan, beliau menjawab: “Jin itu meliputi setan, namun ada juga yang shalih.
Setan diciptakan untuk memalingkan manusia dan menyesat-kannya. Adapun yang
shalih, mereka berpegang teguh dengan agamanya, memiliki masjid-masjid dan
melakukan shalat sebatas yang mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas
mereka itu bodoh.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Siapakah
Iblis ?
Terjadi perbedaan pendapat dalam hal asal-usuliblis, apakah berasal dari malaikat atau dari jin.
Pendapat pertama menyatakan bahwa iblis berasal dari
jenis jin. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri t. Beliau menyatakan: “Iblis
tidak pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan dia
benar-benar asal-usul jin, sebagaimana Adam adalah asal-usul manusia.”
(Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsir surat Al-Kahfi ayat 50, dan dishahihkan
oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya.)
Pendapat ini pula yang tampaknya dikuatkan oleh Ibnu
Katsir, Al-Jashshash dalam kitabnya Ahkamul Qur‘an (3/215), dan Asy-Syinqithi
dalam kitabnya Adhwa`ul Bayan (4/120). Penjelasan tentang dalil pendapat ini
beliau sebutkan dalam kitab tersebut. Secara ringkas, dapat disebutkan sebagai
berikut:
1.
Kema’shuman malaikat dari perbuatan kufur yang dilakukan iblis,
sebagaimana firman Allah:
“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(At-Tahrim: 6)
“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan,
dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya`: 27)
2. Dzahir surat Al-Kahfi ayat 50
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia
adalah dari golongan jin, lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.”
Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa iblis dari
jin, dan jin bukanlah malaikat. Ulama yang memegang pendapat ini menyatakan:
“Ini adalah nash Al-Qur`an yang tegas dalam masalah yang diperselisihkan ini.”
Beliau juga menyatakan: “Dan hujjah yang paling kuat dalam masalah ini adalah
hujjah mereka yang berpendapat bahwa iblis bukan dari malaikat.”
Adapun pendapat kedua yang menyatakan bahwa iblis
dari malaikat, menurut Al-Qurthubi, adalah pendapat jumhur ulama termasuk Ibnu
‘Abbas. Alasannya adalah firman Allah:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia
enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
(Al-Baqarah: 34)
Juga ada alasan-alasan lain berupa beberapa riwayat
Israiliyat.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama,
insya Allah, karena kuatnya dalil mereka dari ayat-ayat yang jelas.
Adapun alasan pendapat kedua (yakni surat Al-Baqarah
ayat 34), sebenarnya ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa iblis dari malaikat.
Karena susunan kalimat tersebut adalah susunan istitsna` munqathi’ (yaitu yang
dikecualikan tidaklah termasuk jenis yang disebutkan).
Adapun cerita-cerita asal-usul iblis, itu adalah
cerita Israiliyat. Ibnu Katsir menyatakan: “Dan dalam masalah ini (asal-usul
iblis), banyak yang diriwayatkan dari ulama salaf. Namun mayoritasnya adalah
Israiliyat (cerita-cerita dari Bani Israil) yang (sesungguhnya) dinukilkan
untuk dikaji –wallahu a’lam–, Allah lebih tahu tentang keadaan mayoritas cerita
itu. Dan di antaranya ada yang dipastikan dusta, karena menyelisihi kebenaran
yang ada di tangan kita. Dan apa yang ada di dalam Al-Qur`an sudah memadai dari
yang selainnya dari berita-berita itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/94)
Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa yang disebutkan para
ahli tafsir dari sekelompok ulama salaf, seperti Ibnu ‘Abbas dan selainnya,
bahwa dahulu iblis termasuk pembesar malaikat, penjaga surga, mengurusi urusan
dunia, dan namanya adalah ‘Azazil, ini semua adalah cerita Israiliyat yang
tidak bisa dijadikan landasan.” (Adhwa`ul Bayan, 4/120-121)
Siapakah
Setan ?
Setan atau Syaithan () dalam bahasa Arab diambil
dari kata () yang berarti jauh. Ada pula yang mengatakan bahwa itu dari kata ()
yang berarti terbakar atau batal. Pendapat yang pertama lebih kuat menurut Ibnu
Jarir dan Ibnu Katsir, sehingga kata Syaithan artinya yang jauh dari kebenaran
atau dari rahmat Allah I (Al-Misbahul Munir, hal. 313).
Ibnu Jarir menyatakan, syaithan dalam bahasa Arab
adalah setiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan, atau dari segala
sesuatu.
Demikianlah Allah I berfirman:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi
itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
(Dalam ayat ini) Allah menjadikan setan dari jenis
manusia, seperti halnya setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka
disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan
makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir,
1/49)
Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithan adalah semua
yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127).
Lihat juga Al-Qamus Al-Muhith (hal. 1071).
Yang mendukung pendapat ini adalah surat Al-An’am
ayat 112:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi
itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar z, ia
berkata: Aku datang kepada Nabi n dan beliau berada di masjid. Akupun duduk.
Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?” Aku jawab:
“Belum.” Beliau mengatakan: “Bangkit dan shalatlah.” Akupun bangkit dan shalat,
lalu aku duduk. Beliau berkata: “Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah
dari kejahatan setan manusia dan jin.” Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah,
apakah di kalangan manusia ada setan?” Beliau menjawab: “Ya.”
Ibnu Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa
sanad hadits ini: “Inilah jalan-jalan hadits ini. Dan semua jalan-jalan hadits
tersebut menunjukkan kuatnya hadits itu dan keshahihannya.” (Tafsir Ibnu
Katsir, 2/172)
Yang mendukung pendapat ini juga hadits Nabi n dalam
riwayat Muslim:
“Anjing hitam adalah setan.”
Ibnu Katsir menyatakan: “Maknanya –wallahu a’lam–
yaitu setan dari jenis anjing.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid dan yang
dikuatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Asy-Syaukani dan Asy-Syinqithi.
Dalam masalah ini ada tafsir lain terhadap ayat itu,
tapi itu adalah pendapat yang lemah. (ed)
Ketika membicarakan tentang setan dan tekadnya dalam
menyesatkan manusia, Allah I berfirman:
“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu
mereka dibangkitkan’, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang
diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat,
aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.
Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari
kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka
bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 14-17)
Setan adalah turunan Iblis, sebagaimana firman Allah
I:
“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya
sebagai pemimpin selain-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis
itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)
Turunan-turunan Iblis yang dimaksud dalam ayat ini
adalah setan-setan. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 453)
Penggambaran
Tentang Jin
Al-jinnu berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu
yang bermakna satarahu (menutupi sesuatu). Maka segala sesuatu yang tertutup
berarti tersembunyi. Jadi, jin itu disebut dengan jin karena keadaannya yang
tersembunyi.
Jin memiliki roh dan jasad. Dalam hal ini, Syaikhuna
Muqbil bin Hadi t mengatakan: “Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka
dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa
masuk dari tempat manapun. Nabi n memerintahkan kepada kita agar menutup
pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguhnya setan tidak dapat membuka
yang tertutup’. Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan
menyebut nama Allah I atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke rumahnya
kemudian membaca bismillah, maka setan mengatakan: ‘Tidak ada kesempatan
meng-inap’. Jika seseorang makan dan meng-ucapkan bismillah, maka setan
berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan ber-santap malam’.” (Nashihatii li
Ahlis Sunnah Minal Jin)
Jin bisa berujud seperti manusia dan binatang. Dapat
berupa ular dan kala-jengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda,
bighal, keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu
setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka
hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak,
seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih
signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas. (Idhahu Ad-Dilalah,
hal. 19 dan 23)
Kaum jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda.
Jin yang shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik.
Sedangkan jin yang jahat dan merusak, mereka tinggal di kamar mandi dan
tempat-tempat yang kotor. (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Tulang dan kotoran hewan adalah makanan jin. Di
dalam sebuah hadits, Rasulullah n berkata kepada Abu Hurairah z:
“Carikan beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci
dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairahzberkata:
“Aku pun membawakan untuknya beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya.
Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.”
Aku bertanya: “Ada apa dengan tulang dan kotoran
hewan?”
Beliau menjawab: “Keduanya termasuk makanan jin. Aku
pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin, dan mereka adalah
sebaik-baik jin). Mereka meminta bekal kepadaku. Maka aku berdoa kepada Allah
untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka
mendapatkan makanan.” (HR. Al-Bukhari no. 3860 dari Abu Hurairah z, dalam
riwayat Muslim disebutkan : “Semua tulang yang disebutkan nama Allah padanya”,
ed)
Gambaran
Tentang Iblis dan Setan
Iblis adalah wazan dari fi’il, diambil dari asal
kata al-iblaas yang bermakna at-tai`as (putus asa) dari rahmat Allah I.
Mereka adalah musuh nomer wahid bagi manusia, musuh
bagi Adam dan keturunannya. Dengan kesombongan dan analoginya yang rusak serta
kedustaannya, mereka berani menentang perintah Allah I saat mereka enggan untuk
sujud kepada Adam.
Allah I berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia
enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
(Al-Baqarah: 34) Malah dengan analoginya yang
menyesatkan, Iblis menjawab:
“Aku lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari
api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Al-A’raf: 12)
Analogi atau qiyas Iblis ini adalah qiyas yang
paling rusak. Qiyas ini adalah qiyas batil karena bertentangan dengan perintah
Allah I yang menyuruhnya untuk sujud. Sedangkan qiyas jika berlawanan dengan
nash, maka ia menjadi batil karena maksud dari qiyas itu adalah menetapkan
hukum yang tidak ada padanya nash, mendekatkan sejumlah perkara kepada yang ada
nashnya, sehingga keberadaannya menjadi pengikut bagi nash.
Bila qiyas itu berlawanan dengan nash dan tetap
digunakan/ diakui, maka konse-kuensinya akan menggugurkan nash. Dan inilah
qiyas yang paling jelek!
Sumpah mereka untuk menggoda Bani Adam terus
berlangsung sampai hari kiamat setelah mereka berhasil menggoda Abul Basyar
(bapak manusia) Adam dan vonis sesat dari Allah I untuk mereka. Allah I
mengingatkan kita dengan firman-Nya:
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu
oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia
menanggalkan pakaian kedua-nya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.
Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang
kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan
itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al-A’raf: 27) Karena setan sebagai musuh kita,
maka kita diperintahkan untuk menjadi musuh setan. Allah I berfirman:
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka
anggaplah ia musuhmu, karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir:
6)
Allah I berfirman:
“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya
sebagai pemimpin selain-Ku, sedangkan mereka adalah musuhmu? Amat buruklah
Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi:
50)
Semoga kita semua terlindung dari godaan-godaannya.
Wal ’ilmu ’indallah.
Sumber : asysyariah