Mengapa Harus Merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw ?
Bulan Rabiul Awal merupakan salah satu bulan yang dinantikan oleh berjuta-juta umat Islam di dunia. Dengan berbagai kegiatan mereka mengekspresikan kebahagiaannya pada bulan ini. Dari mulai "ngeriung", hingga memasang berbagai spanduk yang betuliskan pujian dan shalawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Dari mulai anak kecil, sampai orang tua yang sudah lanjut usia, "tumpah" bersama dalam kebahagiaan pada bulan ini, yang tak lain merupakan bulan kelahiran atau maulid sang Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW.
Ada beberapa hal menarik, yang penulis perhatikan dari setiap peringatan maulid Nabi SAW, di berbagai daerah yang pernah penulis singgahi. Di antaranya adalah, di tengah kebahagiaan yang mereka rasakan, kebanyakan dari mereka belum mengerti mengapa mereka harus merayakan atau memperingati maulid Nabi SAW. Mereka hanya mengikuti Sunnah Hasanah (Kebiasaan baik) yang diwariskan oleh orang-orang tua mereka terdahulu. "Barang siapa membiasakan --di dalam Islam-- kebiasaan yang baik (Sunnah Hasanah), lalu kebiasaan itu diikuti (orang-orang) setelahnya, maka baginya pahala sebagaimana pahala yang diperoleh oleh orang-orang (setelahnya) yang mengerjakan (Sunnah tersebut), tidak dikurangi dari pahala mereka sedikitpun…." Hadits Riwayat Imam Muslim.
Dalam tulisan ini, penulis ingin mengungkapkan beberapa alasan mengapa kita harus merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, sebagai berikut:
PERTAMA,
Allah SWT telah berfirman di dalam al-Qur'an: "Katakanlah: Dengan karunia Allah dan "rahmat"-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira…" (QS. Yunus: 58). Di dalam tafsir ad-Duur al-Mantsur karya Imam as-Suyuthi disebutkan beberapa penafsiran tentang makna karunia dan rahmat dalam ayat tersebut. Di antaranya adalah penafsiran sahabat Nabi SAW yang merupakan pakar tafsir di era sahabat, yaitu Ibnu Abbas RA., yang diriwayatkan oleh Abu asy-Syeikh dari Ibnu Abbas. Dikatakan bahwa makna karunia dalam ayat tersebut adalah ilmu, sedangkan makna rahmat dalam ayat itu adalah Nabi Muhammad SAW. Penafsiran ini berlandaskan pada pada firman Allah SWT: "Dan tiadalah Kami mengutus Engkau (Nabi Muhammad SAW) melainkan "rahmat" bagi semesta alam" (QS. Al-Anbiya': 107). Di ayat terakhir ini, Allah SWT menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat, maka yang dimaksud rahmat pada Surat Yunus Ayat 58 juga adalah Nabi Muhammad SAW.
Jika kita sepakat dengan salah satu penafsiran yang terdapat di tafsir ad-Duur al-Mantsur karya Imam as-Suyuthi tersebut, maka kita diperintahkan oleh Allah SWT, selain untuk bergembira dengan ilmu yang diberikan kepada kita, juga diperintahkan agar bergembira dengan kehadiran Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, di muka bumi ini. Nah, Bulan Rabiul Awal merupakan bulan kelahiran dan kehadiran Rasulullah SAW di muka bumi ini, atau biasa disebut maulid Nabi SAW.
KEDUA,
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW secara implisit telah mengajarkan kepada umatnya, untuk mengekspresikan syukur dan kegembiraannya atas kelahiran beliau, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang sebab puasa hari senin yang beliau lakukan. Di dalam hadits itu Rasulullah SAW menjawab: "Itu adalah hari kelahiranku….". Dalam memahami hadits ini, para ulama menyatakan bahwa ekspresi syukur dan gembira tersebut bisa dengan berbagai macam model dan cara. Ekspresi tersebut bisa dengan puasa –seperti yang dicontohkan Nabi SAW--, bisa dengan bersedekah, bisa dengan memperbanyak shalawat, serta berbagai macam kebaikan-kebaikan yang dianjurkan Islam, termasuk dengan merayakan maulid Nabi SAW.
Ekspresi kegembiraan kita akan kelahiran Rasulullah SAW akan mendatangkan manfaat bagi kita, baik di dunia maupun di akhirat. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Abbas RA.–paman Nabi SAW— bertemu dengan Abu Lahab –paman Nabi SAW yang tercatat sebagai penghuni neraka, seperti disebut di dalam al-Qur'an Surat al-Lahab— di dalam mimpi, lalu Abu Lahab ditanya tentang keadaan dirinya. Di dalam mimpi itu Abu Lahab bercerita bahwa dirinya disiksa di neraka. Namun setiap hari senin, Abu Lahab diberi minum dan diringankan siksaannya, karena Abu Lahab bergembira pada hari kelahiran Rasulullah SAW, yang tak lain merupakan hari senin. Memang diceritakan bahwa saat Rasulullah SAW lahir, Abu Lahab --sebagai paman Rasulullah SAW-- sangat bergembira dengan kelahiran kemenakannya tersebut. Saking gembiranya akan lahirnya Rasulullah SAW, Abu Lahab saat itu langsung membebaskan seorang budaknya yang bernama Tsuwaibah. Kisah tentang diringankannya siksaan Abu Lahab di atas telah diriwayatkan oleh berbagai pakar hadits, seperti Imam ash-Shon'aani, Imam al-Bukhori, Imam Ibn Hajar al-Asqolani, dan lain sebagainya.
Nah, jika Abu Lahab saja, sebagai orang kafir yang telah termaktub sebagai penghuni neraka, mendapatkan manfaat hanya karena bergembira saat hari kelahiran Rasulullah SAW, apalagi jika ungkapan kegembiraan itu datang dari seorang muslim yang taat, tidakkah akan mendapatkan manfaat melebihi apa yang telah didapat oleh Abu Lahab?!
KEEMPAT,
Para ulama besar Islam pada masa lampau, telah memblehkan dan menganjurkan kita untuk memperingati serta merayakan maulid Nabi SAW, karena mereka melihat manfaat yang akan didapat bagi yang merayakannya. Di antara para ulama itu adalah: Imam Abu Syamah (guru Imam Nawawi, pakar hadits & fiqh terkenal), Imam as-Sakhowi (Pakar hadits dan sejarah), Imam Ibn Hajar al-Asqolani (Pakar hadits terkenal, pensyarah kitab Sahih al-Bukhori), Imam Ibn Jauzi (Pakar hadits dan fiqh Hanbali), Imam as-Suyuthi (Pakar berbagai ilmu dalam Islam), Imam Ibn Taimiyah (Ulama terkenal, Pakar fiqh Hanbali), serta masih banyak lagi ulama-ulama yang lain.
Dalam kesempatan tulisan yang singkat ini, penulis hanya akan menyantumkan pernyataan dari salah satu imam-imam di atas, yaitu Imam Ibn Taymiyah --di mana orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai pengikutnya di zaman sekarang, sering menyatakan bahwa orang yang merayakan maulid adalah bid'ah, sesat, bahkan mungkin kafir--. Berikut pernyataan Imam Ibn Taymiyah, di dalam kitabnya yang terkenal Iqtidho us-Siroth il-Mustaqim: "…. Maka mengagungkan (perayaan) maulid dan menjadikannya (kebiasaan) musiman telah dilakukan oleh sebagian manusia, dan bagi (yang melaksanakannya) akan mendapatkan pahala yang agung, karena kebaikan niatnya dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW".
Tak dapat dipungkiri, bahwa dalam perayaan maulid di sebagian tempat di Indonesia, sangat mungkin terdapat hal-hal yang melenceng dari ajaran Islam. Namun, apakah dengan hanya beberapa kasus pelencengan yang terjadi, lantas kita dengan seenaknya menjeneralisir masalah dan menyatakan bahwa perayaan maulid adalah bid'ah, sesat dan harus dijauhi?! Padahal manfaat yang didapat jika dirayakan dengan baik adalah sangat agung, seperti diungkapkan oleh para ulama besar kita?!
Kesalahan berpikir dalam melihat masalah inilah yang mungkin harus diperbaiki oleh sebagian kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia. Seyogyanya mereka cukup memperbaiki kesalahan beberapa umat Islam yang melenceng tersebut, tanpa melarang bahkan menyesatkan sesuatu perbuatan yang jelas-jelas mempunyai nilai yang agung menurut para ulama besar kita. Nah, setelah penjelasan dan alasan-alasan yang begitu jelas, seperti penulis sebutkan di atas, masih adakah orang yang menyatakan bahwa perayaan maulid adalah bid'ah dan sesat?! Wallahu a'lam bi ash-Shawab.
Sumber : " Kata-Kata Hikmah"
Oleh : ustadz Ahmad Slamet Ibnu Syam