.
Kakek itu menolak dengan sopan
pemberian selembar uang Rp 100 ribu dari seorang pemuda. "Agamaku
melarangku menjadi seorang pengemis yang menengadahkan tangan menunggu
bantuan," kata kakek itu.
Ini kisah tentang pasangan tua
yang menumpang kereta dari Stasiun Jakarta Kota. Pasangan ini duduk di bangku,
berbagi dengan penumpang lain dalam gerbong yang melaju ke arah Depok itu.
Namun, ada yang sangat
mengganggu. Kakek dan nenek yang tak diketahui namanya ini sungguh berbau.
Sehingga, menilik dari pakaian yang kumal dan bau yang menyengat itu, penumpang
lain mengira pasangan ini adalah pengemis.
Saking baunya, banyak penumpang
tak tahan duduk di dekatnya. Bahkan ada perempuan yang semula duduk di samping
mereka keluar gerbong dan muntah sejadi-jadinya.
Lantas, masuklah pemuda berdandan
necis. Pemuda itu duduk di sebelah pasangan lanjut usia itu. Seolah tak
terganggu dengan bau, pemuda itu terlibat obrolan panjang dengan sang kakek.
Sementara kereta perlahan bergerak meninggalkan Stasiun Kota.
Dari percakapan itu, pemuda ini
tahu bahwa kakek dan nenek ini akan turun di Stasiun Gondangdia. Sehingga, saat
dekat stasiun itu, pemuda itu merogoh saku. Mengeluarkan selembar uang Rp 100
ribu dan mengulurkannya ke kakek itu.
“Pak, saya punya sedikit rezeki
buat Bapak dan Ibu, mungkin bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup Bapak
dan Ibu beberapa hari ke depan,” demikian kata pemuda itu.
Kakek itu hanya terdiam. Sesaat
kemudian, bibir keriputnya mengeluarkan penolakan halus. Sebuah jawaban yang
menggetarkan hati penumpang di gerbong itu.
“Sungguh agamaku melarangku
menjadi seorang pengemis yang menengadahkan tangan menunggu bantuan uang dari
si tuan kaya raya, kuyakin Tuhanku Maha Kaya, sangat kaya,” kata kakek itu.
“Saya tahu niat Ananda adalah
untuk membantu kami, dan sungguh saya yakin bahwa Allah lah yang telah
mengirimmu kepada kami. Namun mohon maaf.......”
Jawaban itu membuat orang-orang
di sampingnya terperangah. Kemudian bapak itu pun melangkahkan kakinya turun ke
Stasiun Gondangdia bersama istrinya.